Kamis, 14 Juli 2016

Cerita Rakyat NTT

Sumber cerita dari buku pengetahuan lingkungan dan sosial budaya

                                               Batu Bedaon  
   Larantuka adalah ibukota kabupaten Flores Timur. Kota Larantuka sudah ada sejak abad ke-16. Kota ini terletak di tepi pantai, tepat di kaki gunung Ilemandiri.
   Pada zaman dahulu di kota Larantuka pernah hidup seorang janda yang mempunyai dua orang anak. Yang kakak seorang laki-laki berumur 9 tahun, dan adiknya seorang perempuan berumur 6 tahun.
   Pada suatu hari si kakak pergi mencari ikan di laut. Waktu itu laut sedang surut. Hari itu nasib mujur menyertai si kakak. Ia berhasil memperoleh segumpal telur ikan sotong. Telur ikan sotong termasuk makanan yg sangat sedap setelah dimasak atau digoreng. setelah memperoleh telur ikan sotong itu, si kakak bergegas pulang ke rumah dengan gembira. Dengan bangga ia memberikan telur ikan sotong itu kepada ibunya untuk dimasak. Sementara ibunya memasak,ia pergi bermain agak jauh dari rumahnya.
   Sampai waktu makan tiba, si kakak belum pulang. Karena itu, ibu dan adiknya makan lebih dahulu. si kakak terus saja bermain. Karena lama menunggu, diam- diam si adik menghabiskan telur sotong bagian kakaknya. Tidak lama kemudian kakak pulang. Ia langsung menyerbu meja makan karena lapar. Tetapi telur ikan sotong bagiannya tidak ada lagi. Ia langsung menangis sejadi-jadinya dan menuntut ibunya agar segera memberinya telur ikan sotong bagiannya.
   Dengan tergesa-gesa ibunya menuju ke laut. Ia bermaksud mencari telur ikan sotong. Sayangnya laut sudah pasang naik ketika ibunya tiba. Ibunya kembali dengan tangan hampa. Setiba di rumah si ibu berusaha membujuk si kakak berulang kali. Tetapi si kakak terus saja menangis. Makin lama si ibu makin bingung dan berputus asa. Semalam suntuk ia tidak tidur. Diam- diam ibunya memutuskan untuk membuang diri ke batu bedaon.
   Pagi- pagi sebelum berangkat si ibu menyiapkan sebuah ketupat besar dan 7 buah kulit kerang. Setelah itu, ia pun segera berangkat menuju batu bedaon saat kedu anaknya masih tidur.
   Tidak  lama kedua anaknya terbangun. Mereka heran karena tidak  melihat ibunya dan mereka berteriak-teriak mencari ibunya tapi tidak ada yang menyahut. si kakak mencoba mencari kesana kemari dan ia mendapati jejak kaki ibunya di jalan setapak. Jalan itu menuju batu bedaon.
   Setelah itu ia mengajak adiknya menyusul jejak ibu mereka. Mereka terus berlari dan berlari, tetapi mereka tidak dapat lagi mengejar ibu mereka. Lama kelamaan si adik mulai lelah karena haus dan lapar. Ia mulai menangis dan berteriak teriak: " mama-mama....aku haus-aku lapar....!" Rupanya dari kejauhan si  ibu mendengar tangisan dan teriakan si adik. Si-ibu lalu memotong sepotong ketupat dan memerah air susunya pada kulit kerang yg dibawa. Potongan ketupat dan air susu di kulit kerang itu diletakan di atas sebuah batu di jalan. Maksudnya agar kedua anaknya tidak kehausan dan kelaparan. Hal ini diulangi 7 kali sampai ketupat dan semua kulit kerang ditangannya habis.
   Sementara itu si ibu sudah tiba di samping batu bedaon. si ibu berteriak minta ditelan. Perlahan-lahan,mulut batu bedaon terbuka, lalu si ibu melompat masuk. Dari jauh, kedua anaknya dapat melihat ibu mereka meloncat masuk ke mulut batu bedaon. Keduanya segera berlari secepatnya untuk menahan ibu mereka. Tetapi mereka sudah terlambat. Mulut batu bedaon sudah tertutup. Yang tertinggal di luar hanyalah rambut ibu mereka. Keduanya memegang keras rambut ibu sambil berteriak dan menangis. Rambut ibu mereka tertinggal, tetapi ibu mereka sudah tiada. Ia telah ditelan oleh batu bedaon.

Cerita rakyat NTT

sumber cerita dari buku pengetahuan lingkungan dan sosial Budaya

Cerita Rakyat

                                                           METING
   Meting atau metik adalah sebuah kata bahasa Rote, yang bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia,berarti laut pasang surut.
Menurut cerita orang tua-tua di Rote, dahulu kala belum ada meting di laut. Oleh karena itu,kekayaan laut sangat limpah. Ikan kecil dan besar yang berwarna- warni berenang ria sampai ke bibir pantai. Demikian pula binatang laut yang lain, penyu, gurita,teripang, udang, kepiting, bermacam- macam kerang, banyak menghuni air dangkal di sekitar pantai. Belum termasuk berbagai tumbuhan laut yang sangat bermanfaat.

   Semua kekayaan laut ini masih utuh dan berlimpah karena dijaga penguasanya. penguasa laut itu adalah dua orang bersaudara. Nama kedua penguasa itu adalah Metik Kili-Kili dan Lolo Metik. Sebaliknya daratan juga mempunyai penguasa sendiri. Penguasa daratan juga dua orang bersaudara. Seorang bernama Dangga- Dangga Mbiahun dan seorang lagi bernama Fa Tasiki.

  Konon kedua penguasa daratan itu sangat senang pergi ke pantai. Mereka ingin sekali menikmati semua hasil laut itu. Namun keduanya tidak berdaya untuk memperolehnya. Maklum,pada Zaman itu Dangga- Dangga Mbiahun dan Fa Tasik belum memiliki peralatan moderen untuk mengambil hasil laut seperti sekarang,misalnya perahu motor,pancing,pukat atau jala.

  Pada suatu waktu Dangga- Dangga Mbiahun dan Fa Tasikingin bertemu dengan Metik Kili-Kili dan Lolo Tasik. Mereka ingin memperoleh izin untuk dapat menikmati hasil laut yg ada bagaimanapun caranya.
   Maka berangkatlah Dangga- Dangga Mbiahun dan Fa Tasik menemui Metik Kili-Kili dan Lolo Tasik. Dangga- Dangga Mbiahun dan Fa Tasik memohon izin agar dapat menikmati hasil laut itu.
   Pada mulanya Metik Kili-Kili dan Lolo Tasik sangat keberatan. Mereka kuatir,hasil laut itu akan berkurang atau habis sehingga keindahan laut pun bisa hilang. Tetapi Dangga- Dangga Mbiahun dan Fa Tasikterus memohon belas kasihan Metik Kili-Kili dan Lolo Tasik.
     Akhirnya Metik Kili-Kili dan Lolo Tasik mengabulkan permintaan Dangga- Dangga Mbiahun dan Fa Tasik. Caranya sederhama, kata Lolo Tasik kepada  Dangga- Dangga Mbiahun dan Fa Tasik. Sewaktu-waktu laut ini akan menarik diri ke bagian tengah. pada waktu itu ada bagian dekat pantai akan menjadi kering. di situ akan tertinggal ikan,kepiting,udang,belut,kerang-kerang dan berbagai sayuran. kamu boleh mengambil sesukamu,sesuai keperluan kamu. Jika kamu mengambil lebih,keesokan harinya sisa itu pasti menjadi busuk.
   Selain itu ada satu larangan yg harus diingat. Ada hukuman berat jika larangan ini dilanggar. Larangan itu ialah jangan sekali-kali menangkap dua macam belut yg bernama Nao Saik dan Nggoi Liuk. Kedua macam belut itu adalah jelmaan dari putra-putra dewa laut
   Demikianlah awal mula terjadinya meting atau pasang surut di laut. inilah kesempatan bagi Dangga- Dangga Mbiahun dan Fa Tasikuntuk dapat menikmati hasil- hasil laut,hingga pada suatu waktu,Dangga- Dangga Mbiahun dan Fa Tasikmelanggar larangan penguasa laut. Keduanya menangkap dua ekor belut larangan yg bernama Nao saik dan Nggoi Liuk. Sejak itu keduanya ditimpa hukuman. Hasil-hasil laut di bagian pasang surut, semakin hari semakin berkurang. Itulah sebabnya, hingga sekarang. Kita sulit memperoleh hasil laut di bagian pasang surut di laut- laut kita.

 Ini terjadi karena kerakusan Dangga- Dangga Mbiahun dan Fa Tasik.
Mereka  telah melanggar larangan Metik Kili- Kili dan Lolo Tasik sbg penguasa Lautan.
 Ini hanyalah cerita dongeng, tetapi dalam cerita dongeng ini kita mendapat pesan berharga yaitu Tuhan telah menciptakan Daratan dan lautan dan memperkenankan kita menikmati hasil-hasilnya. Tetapi manusia tidak boleh rakus, dan mengunakan secara sewenang-wenang tanpa memikirkan dampaknya. Jika tidak, hasil- hasil laut maupun darat semakin berkurang.