Kamis, 14 Juli 2016

Cerita rakyat NTT

sumber cerita dari buku pengetahuan lingkungan dan sosial Budaya

Cerita Rakyat

                                                           METING
   Meting atau metik adalah sebuah kata bahasa Rote, yang bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia,berarti laut pasang surut.
Menurut cerita orang tua-tua di Rote, dahulu kala belum ada meting di laut. Oleh karena itu,kekayaan laut sangat limpah. Ikan kecil dan besar yang berwarna- warni berenang ria sampai ke bibir pantai. Demikian pula binatang laut yang lain, penyu, gurita,teripang, udang, kepiting, bermacam- macam kerang, banyak menghuni air dangkal di sekitar pantai. Belum termasuk berbagai tumbuhan laut yang sangat bermanfaat.

   Semua kekayaan laut ini masih utuh dan berlimpah karena dijaga penguasanya. penguasa laut itu adalah dua orang bersaudara. Nama kedua penguasa itu adalah Metik Kili-Kili dan Lolo Metik. Sebaliknya daratan juga mempunyai penguasa sendiri. Penguasa daratan juga dua orang bersaudara. Seorang bernama Dangga- Dangga Mbiahun dan seorang lagi bernama Fa Tasiki.

  Konon kedua penguasa daratan itu sangat senang pergi ke pantai. Mereka ingin sekali menikmati semua hasil laut itu. Namun keduanya tidak berdaya untuk memperolehnya. Maklum,pada Zaman itu Dangga- Dangga Mbiahun dan Fa Tasik belum memiliki peralatan moderen untuk mengambil hasil laut seperti sekarang,misalnya perahu motor,pancing,pukat atau jala.

  Pada suatu waktu Dangga- Dangga Mbiahun dan Fa Tasikingin bertemu dengan Metik Kili-Kili dan Lolo Tasik. Mereka ingin memperoleh izin untuk dapat menikmati hasil laut yg ada bagaimanapun caranya.
   Maka berangkatlah Dangga- Dangga Mbiahun dan Fa Tasik menemui Metik Kili-Kili dan Lolo Tasik. Dangga- Dangga Mbiahun dan Fa Tasik memohon izin agar dapat menikmati hasil laut itu.
   Pada mulanya Metik Kili-Kili dan Lolo Tasik sangat keberatan. Mereka kuatir,hasil laut itu akan berkurang atau habis sehingga keindahan laut pun bisa hilang. Tetapi Dangga- Dangga Mbiahun dan Fa Tasikterus memohon belas kasihan Metik Kili-Kili dan Lolo Tasik.
     Akhirnya Metik Kili-Kili dan Lolo Tasik mengabulkan permintaan Dangga- Dangga Mbiahun dan Fa Tasik. Caranya sederhama, kata Lolo Tasik kepada  Dangga- Dangga Mbiahun dan Fa Tasik. Sewaktu-waktu laut ini akan menarik diri ke bagian tengah. pada waktu itu ada bagian dekat pantai akan menjadi kering. di situ akan tertinggal ikan,kepiting,udang,belut,kerang-kerang dan berbagai sayuran. kamu boleh mengambil sesukamu,sesuai keperluan kamu. Jika kamu mengambil lebih,keesokan harinya sisa itu pasti menjadi busuk.
   Selain itu ada satu larangan yg harus diingat. Ada hukuman berat jika larangan ini dilanggar. Larangan itu ialah jangan sekali-kali menangkap dua macam belut yg bernama Nao Saik dan Nggoi Liuk. Kedua macam belut itu adalah jelmaan dari putra-putra dewa laut
   Demikianlah awal mula terjadinya meting atau pasang surut di laut. inilah kesempatan bagi Dangga- Dangga Mbiahun dan Fa Tasikuntuk dapat menikmati hasil- hasil laut,hingga pada suatu waktu,Dangga- Dangga Mbiahun dan Fa Tasikmelanggar larangan penguasa laut. Keduanya menangkap dua ekor belut larangan yg bernama Nao saik dan Nggoi Liuk. Sejak itu keduanya ditimpa hukuman. Hasil-hasil laut di bagian pasang surut, semakin hari semakin berkurang. Itulah sebabnya, hingga sekarang. Kita sulit memperoleh hasil laut di bagian pasang surut di laut- laut kita.

 Ini terjadi karena kerakusan Dangga- Dangga Mbiahun dan Fa Tasik.
Mereka  telah melanggar larangan Metik Kili- Kili dan Lolo Tasik sbg penguasa Lautan.
 Ini hanyalah cerita dongeng, tetapi dalam cerita dongeng ini kita mendapat pesan berharga yaitu Tuhan telah menciptakan Daratan dan lautan dan memperkenankan kita menikmati hasil-hasilnya. Tetapi manusia tidak boleh rakus, dan mengunakan secara sewenang-wenang tanpa memikirkan dampaknya. Jika tidak, hasil- hasil laut maupun darat semakin berkurang.


     
 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar